Maraknya tindak eksploitasi dan diskriminasi anak-anak sepertinya sudah menjadi tradisi bahkan cerminan bangsa ini. Kita dapat melihat bagaimana tindak eksploitasi yang dilakukan orangtua kepada anaknya yaitu dengan mempekerjakannya. Hal ini merupakan cerminan dari kesenjangan ekonomi negara ini. Tentu saja ini terlihat tidak etis mengingat banyak hak-hak anak yang direnggut secara paksa. Tindak diskriminasi sendiri dapat kita lihat dari nasib anak-anak yang berkebutuhan khusus atau cacat secara fisik maupun mental. Keterbatasan memnyebabkannya sulit untuk bersosialisasi dengan anak-anak lainnya. Sehingga hal ini tidak mengelakan bahwa tindak diskriminasi tertuju padanya yang tentu akan mempengaruhi kejiwaan sang anak.
Latar belakang maraknya tindakan-tindakan ini tentulah tidak terlepas dari krisis moril yang dialami oleh penduduk bangsa. Sekali pun masalah ekonomi menjadi salah satu faktor penyebab eksploitasi, namun seharusnya hal ini tidak terjadi jika para pelaku memiliki moral dan etika yang baik. Karena dalam kedua masalah ini jelas terlihat bahwa 4 dasar hak anak telah terenggut, mulai dari hak hidup, hak tumbuh dan berkembang, hak mendapatkan perlindungan dan hak berpartisipasi.
Membahas kedua masalah ini, ada baiknya kita menengok kinerja pemerintah. Apakah peran dan tindak yang dilakukan dalam penanganan masalah ini? Dalam konteks ini, lembaga pemerintahan yang terkait diantaranya adalah Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindingan Anak serta Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPKB). Lembaga ini memiliki salah satu program kerja yaitu membentuk kota layak anak yang rencananya akan diwujudkan melalui kerjasama dengan lembada-lembaga masyarakat serta organisasi bentukannya yang merupakan pemerhati kebutuhan anak, salah satunya adalah Forum Anak Provinsi DKI Jakarta. Selain itu juga ada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), yang merupakan lembaga independen yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara. Dalam peranannya KPAI melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan dan pemantauan, evaluasi serta pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak, memberikan laporan, saran, masukan serta pertimbangan kepada Presiden.
Peranan lembaga masyarakat pun sangat dibutuhkan untuk mengatasi kedua permasalahan serius ini. Mulai dari konseling kepada anak atau pun orangtua korban eksploitasi dan diskriminasi hingga penyediaan sarana dan prasarana untuk anak-anak berkebutuhan khusus, tanpa membedakannya dari anak-anak normal lainnya. Serta advokasi kepada masyarakat sekitar untuk menjauhi dan memberantas kedua tindakan kejam ini.
Namun rasanya peran pemerintah dan lembaga-lembaga masyarakat belum cukup kuat untuk mengentaskan masalah eksploitasi dan diskriminasi yang semakin bercabang ini. Agar masalah ini tidak semakin meluas, haruslah adanya tindakan preventif atau pencegahan yang harus dilakukan mulai dari keluarga, masyarakat atau pun pemerintah.
Keluarga terutama orangtua sebaiknya memahami betul apa itu hak-hak anak sehingga tidak ada lagi tindakan yang melanggar hak-hak anak seperti tindak eksploitasi. Selain itu orangtua juga seharusnya bisa memberikan dukungan dan semangat bagi anak mereka yang berkebutuhan khusus.Sehingga mereka tidak minder dan bisa bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya dengan baik tanpa menjadikan keterbatasan mereka sebagai penghalang. Tentu saja hal ini dapat mencegah terjadinya tidak diskriminasi.
Selain keluarga, masyarakat juga ikut andil dalam pencegahan diskriminasi dan eksploitasi ini. Masyarakat yang melihat tindak eksploitas mungkin dapat memberikan nasihat dan pengertian kepada orangtua anak tersebut atau anggota keluarga yang bersangkutan. Jika hal ini tidak berhasil, mereka dapat melaporkan pelaku dan korban pada lembaga yang berperan pada pemenuhan kebutuhan hak anak, baik pemerintah atau pun LSM. Untuk tindakan diskriminasi sendiri, seharusnya masyarakat tidaklah ikut melakukannya. Jika hal ini memang terjadi pada lingkungan sekitar kita, sebaiknya kita memberikan pengarahan dan pengertian kepada pelaku bahwa tidak ada keuntungan yang akan diperoleh dari tindakan ini. Justru tindakan ini akan mengacaukan kejiwaan sang anak.
Dalam tindak preventifnya, pemerintah juga telah menyediakan fasilitas konseling bagi anak-anak yang membutuhkan, yaitu melalui TESA (Telepon Sahabat Anak) di nomor 129. Pemerintah juga telah memberikan penegasan dalam UU RI No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Selain itu negara Indonesia juga menerima KHA (Konvensi Hak Anak) yang merupakan suatu perjainjian antar negara mengenai hak-hak anak yang disahkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 20 November 1989 dengan Kepres No. 36/1990 tanggal 25 Agustus dan mulai berlaku 5 Oktober. Hal ini tentu saja menjadi titik penindak tegas pelaku tindak diskriminasi dan eksploitasi.
Oleh karena itu, kita sebagai warga Indonesia haruslah memberikan yang terbaik untuk negara ini. Memberikan fasilitas dan pelayanan untuk anak-anak Indonesia, generasi penerus bangsa. Mari berantas tindak eksploitasi dan diskriminasi untuk masa depan bangsa yang lebih baik.
sumber dokumentasi
sumber dokumentasi